Label

google
Web This blog

Senin, 15 Agustus 2011

Browse: Home / Kelangkaan Pangan, Spekulan Harus Dihukum Berat

Kelangkaan Pangan, Spekulan Harus Dihukum Berat

JAKARTA - Pemerintah pusat dan pemerintah daerah diminta bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk menindak tegas spekulan atau pedagang sembilan bahan pokok (sembako) yang mempermainkan harga.
Selama ini, spekulan selalu memanfaatkan momentum hari besar keagamaan untuk mengambil keuntungan besar. Salah satunya dengan menimbun kebutuhan bahan pangan pokok masyarakat, terutama beras.
"Para penimbun dan spekulan yang selama ini masih menjalankan aksinya dengan leluasa harus diburu dan dihukum berat dengan saksi pidana. Aparat berwenang harus mengecek seluruh gudang beras di berbagai wilayah dan titik-titik lokasi yang mengalami lonjakan harga," kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar Marzuki Daud di Jakarta, Minggu (14/8).

Menurut dia, minimnya pengawasan dan pengecekan secara langsung, termasuk di gudang-gudang beras di berbagai wilayah Indonesia, memberikan peluang bagi oknum pedagang untuk terus memanfaatkan situasi yang ada. Salah satunya menjelang hari-hari besar keagamaan.
Selain beras, harga bahan pangan kebutuhan pokok, seperti telur, daging ayam, dan daging sapi serta gula atau minyak goreng juga terus merangkak naik. Ini tidak hanya didorong oleh tingginya permintaan. Namun, juga akibat ketidakmampuan pemerintah dalam mengatasi kendala pasokan dan distribusi dari sentra-sentra pertanian atau peternakan yang ada.
"Kita minta Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian memperhatikan hal ini. Kenaikan harga-harga bahan pangan pokok di pasar tradisional yang memberatkan masyarakat ini jangan dianggap hal yang biasa. Ini menyangkut hajat hidup orang banyak," ujarnya.
Marzuki Daud mengatakan, impor beras seharusnya dijadikan pilihan terakhir jika memang produksi beras di dalam negeri tidak mencukupi. Namun, kenyataannya produksi beras di dalam negeri dalam kondisi surplus. Apalagi impor beras yang dilakukan Perum Bulog selama ini juga dipertanyakan.
Terutama terkait dengan kualitas dan harga jualnya di pasaran saat dilaksanakannya operasi pasar atau pasar murah.
"Kalau pun harus impor, pemerintah harus mempertimbangkan kualitasnya juga," tutur dia.
Marzuki Daud meminta pemerintah untuk lebih mengutamakan produksi beras petani lokal dan mengurangi ketergantungan impor beras yang sesungguhnya tidak menguntungkan bagi para petani di dalam negeri.
"Impor beras selesai pada 2011 ini. Tahun depan, pemerintah harus mewujudkan swasembada beras dan menganggarkan pendanaan yang yang lebih baik untuk sektor pertanian dan membenahi sektor hulu, seperti perbaikan infrastruktur pertanian dan membuka persawahan baru," ucapnya.
Dia menambahkan, komitmen pemerintah untuk terus memprioritaskan peningkatan produksi beras dalam negeri agar target swasembada pangan bisa tercapai merupakan sebuah keharusan bagi negara yang selama ini dikenal sebagai negara agraris.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah akan tetap mempertahankan impor beras untuk menjaga kebutuhan cadangan pangan. "Ini dijadikan sinyal untuk kita berjaga-jaga, kita perlu cadangan, bukan untuk dikonsumsi," tuturnya saat meninjau Pasar Pesalaran, Plered, Cirebon, Minggu (14/8).
Menurut Hatta, impor beras perlu dilakukan dengan alasan makin menyempitnya lahan produktif di Pulau Jawa sebagai sentra produksi beras. Apalagi, kekeringan yang selama ini sudah mulai terjadi dan juga terlihat di sejumlah daerah di Indonesia. "Tahun depan diperkirakan ada El Nino, sekarang ini kekeringan pun sudah terjadi dan terlihat," katanya.
Ia menambahkan, jumlah ketersediaan beras yang cukup di Indonesia sebanyak 2 juta ton sehingga untuk memenuhinya perlu ada cadangan dengan melakukan impor. Namun, menurut Menko Perekonomian, pemerintah tetap berupaya agar kebutuhan beras di Indonesia tetap aman dengan mendorong perluasan areal persawahan dan pertanian.
Pemerintah memiliki lahan di Bengkulu seluas 300 ribu hektare untuk sawah dan 2 juta hektare untuk areal pertanian. Upaya yang dilakukan pemerintah tersebut sebagai cara berpikir menengah panjang menyusul mulai berkurangnya lahan produktif pertanian.
"Kita perlukan perluasan areal di luar Jawa seluas-luasnya, kalau di Jawa tinggal sedikit lahannya," katanya.
Gubernur Jateng Bibit Waluyo mengimbau agar masyarakat tidak melakukan aksi borong beras karena stok di gudang Bulog masih aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Jateng hingga Lebaran usai.
Menurut Humas Perum Bulog Divre IV Jateng SR Farida, hingga kini Bulog masih memiliki stok 290.076,12 ton setara beras yang berasal dari 300.000 ton gabah dan 379.500 ton beras. Jumlah ini baru mencapai 50,89 persen dari prognosis hingga tutup tahun 2011, yakni 570.000 ton. "Penyerapan beras oleh masyarakat per hari rata-rata 1.700 ton," tuturnya.
Menurut dia, data persediaan operasional hingga 9 Agustus 2011 di enam subdivre masing-masing Semarang, Pati, Surakarta, Banyumas, Kedu, dan Pekalongan menyebutkan bahwa pengadaan beras yang terealisasi mencapai 145.883,49 ton. Di Semarang terealisasi sebanyak 11.137,64 ton, Pati 15.292,01 ton, Surakarta 22.005,26 ton, Banyumas 32.584,11 ton, Kedu 22.283,49 ton, dan Pekalongan 42.581 ton.
Sedangkan jumlah gabah yang terserap di Semarang mencapai 65.241 ton, Pati 20.986 ton, Surakarta 25.494 ton, Banyumas 36.170 ton, Kedu 20.226 ton, dan Pekalongan 58.958 ton. Total realisasi gabah Bulog Divre IV Jateng hingga 9 Agustus 2011 sebanyak 227.075 ton. [A Choir/Pudyo S]
Sumber: Suarakarya-online.com

1 komentar: